Melibatkan Anak dalam Pekerjaan di Rumah

“Waktu kecil anakku rajin sekali, selalu ingin ikut membantu apa yang kukerjakan. Sekarang duuuuuh…kerjaannya main HP terus, makan pun sering kali harus diambilkan”. Pernahkan Anda mendengar curhatan seperti itu? Atau justru Anda sendiri yang mengalami? Ya, tidak sedikit orang tua terutama yang anaknya mulai menginjak usia remaja mengeluhkan hal tersebut. Anak yang seharusnya sudah mulai mandiri, malah tidak peduli ketika orang tua sedang sibuk dengan pekerjaan rumah tangga.

Saat anak membantu melakukan pekerjaan di rumah, sudah pasti tidak akan langsung sempurna seperti jika kita yang melakukan. Perhatikan saat anak mulai belajar membereskan tempat tidurnya sendiri. Lipatan selimut yang tidak rapi, sprei yang masih berantakan, letak bantal yang tidak pada tempatnya adalah hasil maksimal yang mampu dilakukan saat itu.

Kadang anak ingin membantu kita memasak. Tapi apa yang terjadi? Tepung berceceran di lantai, minyak goreng tumpah, dapur jadi kotor, dan justru membuat pekerjaan kita makin banyak. Saat mencoba mencuci piring, mereka menghabiskan banyak sabun dan air tapi tidak bersih, sehingga harus kita ulang. Selain itu mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikannya. Hal itu sangat umum terjadi, maka wajar jika kita menjadi tidak sabar dan memilih melakukannya sendiri.

Karena melakukan pekerjaan bersama anak cukup merepotkan dan sering kali penuh drama, orang tua cenderung memilih untuk mengalihkan perhatian anak dengan memintanya pergi bermain, menonton TV, atau menonton youtube selama kita melakukan pekerjaan rumah. Yang penting anak anteng dan pekerjaan cepat selesai. Di satu sisi hal itu lebih menguntungkan bagi kita tapi jika keterusan, akibatnya tidak baik. Anak tidak akan mandiri dan berpikir saat orang tua bekerja, tugasnya adalah bermain dan tidak perlu membantu.

Masa kanak-kanak adalah masa belajar. Mereka mempunyai potensi besar untuk bisa melakukan apa saja. Namun perlakuan kita yang salah, bisa membunuh potensi mereka. Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi kepada anak-anak kita. Jadi meski merepotkan, tetap libatkan mereka, ajak mereka melakukan hal ringan yang sekiranya mereka mampu. Jika pekerjaannya masih berantakan, bantu untuk merapikannya kembali dan biarkan mereka melihat caranya.

Jangan lupa, lakukan sambil ajak bicara dengan santai dan tanpa menyalahkan. Dengan begitu anak akan belajar untuk melakukannya dengan lebih baik lagi.  Semakin besar anak, berikan tugas dengan tingkat kesulitan bertambah, hingga mereka bisa melakukan sendiri dengan benar. Misalnya jika kemampuan motoriknya sudah lebih baik, ketika ibu memasak, mereka sudah mulai bisa membantu mengupas bawang, menggoreng, lalu membersihkan peralatan masak dan dapur.

Yang juga sangat penting adalah menghargai usaha mereka untuk hal kecil sekalipun. Meski kurang bersih, katakan “Terima kasih, anak ibu hebat, sudah membantu menyapu”. Dengan begitu anak terbiasa merasa dibutuhkan sehingga mau membantu melakukan pekerjaan rumah dengan senang hati.

Jika kita melakukan sebaliknya dengan berkata “Masa hanya nyapu segitu saja tidak bisa, tidak bersih”, hal itu bisa membuat anak tidak percaya diri dan merasa usahanya sia-sia. Selain itu, anak menjadi serba salah karena ketika dimintai tolong. Tidak dilakukan salah, tapi dilakukan juga hasilnya salah. Kalau  ujung-ujungnya diomeli mending tidak usah membantu, begitu pikir mereka.

Oleh karena itu sebelum mengeluh “Anakku dulu tak begini, mereka tidak melakukan hal yang sesuai harapanku”, mari kita renungkan kembali sudahkah kita mengajarkannya kepada mereka. Jika belum, ajarkan dari sekarang sebelum terlambat. Karena untuk bisa melakukan sesuatu dengan benar, anak butuh belajar dan terus berlatih. Meski banyak melakukan kesalahan, jika terus-menerus diajari dan diarahkan, pada akhirnya mereka bisa melakukan dengan baik seperti yang kita inginkan.