Kenapa Matematika Sering Menakutkan?

Masihkah kau mengingat di saat kita masih tujuh belas?

Waktu di mana tanggal-tanggal merah terasa sungguh meriah

Masihkah kau ingat cobaan terberat kita matematika?

Itu adalah lirik pembuka lagu Tujuh Belas yang ditulis dan dinyanyikan oleh penyanyi kenamaan Indonesia, Tulus. Perhatikan kalimat ketiga tersebut menyinggung tentang matematika. Betapa matematika memang menjadi mimpi buruk bagi sebagian besar anak sekolah, meskipun tentu saja tidak sedikit juga yang menyukai dan menguasainya dengan sangat baik.

Barangkali Tulus sendiri tidak menganggap matematika sebagai cobaan berat saat mudanya dulu, karena ia kemudian kuliah di jurusan arsitektur yang memerlukan dasar matematika yang baik. Namun kenyataan bahwa banyak anak sekolah yang tidak menyukai matematika tentu menjadi alasan memilih lirik tersebut. Lalu siapakah di sini yang merasakan hal yang sama dengan lagu Tulus?

Pada tulisan ini kita akan mencoba melihat lebih dalam, apa sebenarnya penyebab matematika menjadi sulit diikuti oleh sebagian anak. Dengan mengetahui hal ini, diharapkan kita bisa mengantisipasi sejak dini sebelum anak mulai kesulitan. Dengan begitu kesulitannya tidak berlanjut dan menumpuk menjadi kebingungan lalu berakhir dengan ketakutan pada matematika.

Belajar matematika sangat berbeda dengan belajar IPS. Pelajaran sejarah bisa tidak berhubungan antar bab, apalagi antar tingkatan kelas. Misalkan di kelas 1, pada bab awal anak diajarkan mengenal identitas diri dan keluarga. Pada bab selanjutnya bisa tentang cara menunjukkan letak rumah. Di kelas 5 anak belajar tentang sejarah perkembangan agama di Indonesia dan jenis-jenis kegiatan ekonomi yang tidak saling berhubungan sama sekali.

Lain dengan pelajaran sejarah, matematika hampir selalu berkesinambungan antar bab dan antar kelas. Materi yang dipelajari di kelas 6 pasti sudah diajarkan sebelumnya di kelas 5 hanya lebih diperdalam lagi. Begitu juga dengan kelas di bawah maupun di atasnya, selalu berkelanjutan. Hal inilah yang membuat anak yang sudah mulai kesulitan di bab tertentu, akan mengalami kesulitan bab tersebut di kelas yang lebih tinggi, jika tidak segera mengejar ketinggalan.

Kita mulai dari materi aritmetika. Di kelas 1, anak baru belajar mengenal angka dan mengoperasikan tambah kurang sampai 99. Di kelas 2 anak mulai belajar ratusan, kelas 3 ribuan, dan seterusnya. Bayangkan jika anak sudah mulai kesulitan menjumlahkan 11 + 7 atau 28 + 32, maka di kelas 2 pasti akan kesulitan dengan penjumlahan ratusan.

Tak beda juga dengan materi geometri, pelajaran ini sudah dikenalkan sejak kelas 1. Anak mengenal bangun ruang balok, kubus, bola, dan tabung lalu diminta menyebutkan benda-benda di sekitar yang memiliki bentuk-bentuk tersebut. Di kelas 2 mulai diajarkan mengenal rusuk, titik sudut, sisi, dan menghitung banyaknya pada tiap bangun ruang yang diajarkan. Di kelas 5, anak sudah mempelajari volume bangun ruang tersebut dan di kelas 6 bangun ruangnya sudah digabung, misalkan setengah bola dengan kubus atau balok dan prisma. Anak harus bisa menghitung luas permukaan dan volumenya. Jika dari kelas 1, gambaran tentang bentuk bangun ruang tidak terekam dengan baik, anak sudah akan megalami kesulitan saat menentukan banyaknya sisi, titik sudut, rusuk, apalagi harus menentukan luas permukaannya.

Pada materi bangun datar berlaku juga pengajaran bertingkat seperti bangun ruang. Kelas 1 anak dikenalkan dengan segitiga, segi empat, dan lingkaran. Kelas 2 mulai mengetahui dan menghitung banyak sudut dari bangun datar tersebut, lalu di kelas 3 mengidentifikasi sudut tersebut apakah sudut siku-siku, tumpul, atau lancip. Keliling dan luas bangun datar dipelajari di kelas 4 dan bangun datar lingkaran dipelajari di kelas 6.

Satuan pengukuran adalah salah satu materi yang dipelajari dalam pelajaran matematika. Di kelas 1 anak baru mengenal panjang dan berat benda dalam satuan tidak baku. Misalkan panjang diukur dengan depa, langkah, hasta, atau jengkal. Satuan panjang baku mulai dikenalkan di kelas 2 dengan satuan centimeter dan meter. Kelas 4 harus mulai akrab dengan hubungan antar satuan panjang, contohnya 8 km sama dengan 800 dam.

Selain itu banyak sekali soal yang mengkombinasikan beberapa materi. Misalkan siswa belajar membaca jam analog. Saat sudah mengenal sudut, maka ada soal yang menanyakan besar sudut jarum jam pada pukul tertentu. Jika anak belum mahir membaca jarum jam, bisa dipastikan akan kesulitan juga dengan soal jenis ini.

Dari gambaran materi pelajaran matematika di atas, tidak mengherankan jika sekali anak merasa kesulitan pada suatu materi, di kelas selanjutnya pasti kesulitan lagi mengerjakan materi tersebut. Maka kita perlu memastikan anak paham sejak awal saat materi masih mudah. Jangan dibiasakan melompat ke materi yang lebih sulit jika belum paham betul materi sebelumnya.

Cara yang paling efektif dan hampir bisa dipastikan tidak ada cara lainnya yaitu dengan memperbanyak latihan soal. Sekali lagi, tidak seperti pelajaran IPS yang bisa dihafalkan, matematika tidak cukup jika hanya dihafal. Seorang anak yang hafal rumus luas segitiga adalah alas dikalikan tinggi dibagi dua, tidak secara otomatis bisa menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Bisa saja saat diberi gambar, anak tidak tahu mana yang dimaksud alas dan tinggi, sehingga jadi salah menghitung luasnya.

Jadi jika saat muda dulu kita tidak suka dengan matematika, yuk jangan biarkan anak-anak mengikuti jejak kita. Sebaliknya jika kita menyukai matematika saat muda, turunkan rasa suka tersebut pada anak-anak. Apakah matematika pelajaran yang paling penting? Tentu saja bukan. Tapi kenyataan bahwa pelajaran ini kerap jadi momok yang menakutkan membuat kita perlu punya trik membantu anak-anak kita terbebas dari rasa takut terhadap matematika. Dengan begitu anak jadi tidak malas-malasan sekolah terutama saat ada pelajaran matematika.