“Si Kecil Cabe Rawit”

Kecil-kecil cabe rawit, istilah tersebut sangat cocok untuk menggambarkan sosok Bianco Hardyatmaja. Bungsu dari dua bersaudara ini lahir di Bantul pada bulan November 2009 dari pasangan Bapak Harya Purba dan Ibu Lidya Andriani. Bianco yang lebih akrab di sapa Bian merupakan salah satu siswa berprestasi IMA Jogja-Jateng dari cabang Sentolo. Hal ini dibuktikannya pada kompetisi tahunan IMA yaitu IMARIA nasional 2018 di Yogyakarta pada 1 April 2018 lalu. Siswa kelas 3 SD Negeri 3 Sentolo ini meraih dua gelar juara sekaligus, yaitu juara 3 lomba mental aritmetika kategori F dan juara 1 lomba Matematika kelas 3 SD.

Penghargaan Siswa Berprestasi (Hardiknas Kabupaten Kulonprogo)
Gambar 1. Penghargaan Siswa Berprestasi oleh Bpk Hasto Wardoyo (Bupati Kulonprogo) dalam Upacara Memperingati Hari Pendidikan Nasional 02-05-18

 

Bianco
Gambar 2. Bianco menjadi peserta terkecil

Selain kejuaraan IMARIA 2018 ternyata bocah kecil yang imut dan keren ini sudah menjadi langganan juara di kompetisi-kompetisi sebelumnya, antara lain:

  • Juara I Mental Aritmetika kategori D IMARIA Regional tahun 2016, Yogyakarta
  • Juara I Matematika kelas 1 IMARIA Regional tahun 2016 , Yogyakarta
  • Juara III Mental Aritmetika kategori E IMARIA Nasional tahun 2016 , Bandung
  • Juara I Mental Aritmetika kategori E IMARIA regional tahun 2017, Yogyakarta
  • Juara II Matematika kelas 2 IMARIA Regional tahun 2017, Yogyakarta

Bu Tanti sebagai guru yang membimbing Bian di IMA Sentolo menceritakan bahwa Bian mengikuti kursus sempoa di IMA mulai pertengahan April 2015 waktu masih TK. Pertama kali diajak ke IMA responnya biasa saja, lalu diikutkan kelas mencoba, dan ternyata Bian merasa mudah mengerjakan soal-soal tersebut sehingga minta didaftarkan. Meskipun masih TK dan merupakan siswa terkecil di kelasnya, Bian tidak kesulitan dalam menerima materi yang diberikan guru, maupun dalam berbaur dengan teman-teman yang lebih besar darinya. Semangat berkompetisi memang sudah ada dalam diri Bian. Pada bulan Juni 2015, Bian ingin ikut kompetisi IMARIA Nasional di Surabaya, padahal dia baru belajar sempoa tiga bulan. Beruntung Bian mempunyai kedua orangtua yang sangat mendukungnya. Bian diikutkan dengan tujuan untuk melatih mentalnya bertemu banyak anak dari seluruh Indonesia dan menjadikan kompetisi perdananya di ajang IMA-ria ini sebagai motivasi untuk meraih prestasi yang lebih baik di ajang berikutnya. Hasilnya, walaupun masih baru di IMA Bian mendapatkan peringkat 7 dari ratusan anak di kategori yang diikutinya. Semua bersyukur meskipun di kompetisi tersebut Bian tidak mendapatkan juara, Bian sudah berani maju dan akhirnya punya tekad yang kuat akan mengikuti kompetisi IMARIA lagi ditahun berikutnya dan ingin juara I.

Tekadnya yang kuat sangat didukung oleh kedua orangtuanya. Ayah dan ibunya sangat disiplin dalam mendidiknya, tekun mengajari Bian, dan selalu aktif berkomunikasi dengan guru, demi mengetahui perkembangan Bian selama belajar. Akhirnya di tahun 2016 terjawab apa yang dicita-citakannya. Bian mengikuti kompetisi IMARIA yang ditunggu-tunggu, karena memang ia telah jauh-jauh hari menyiapkan diri dengan rajin belajar. Pada kompetisi itu, Bian mengikuti 2 kategori, mental aritmetika kategori D dan matematika kelas 1. Dan memang benar adanya, proses tidak akan mengkhianati hasil. Surprise buat Bian karena dua-duanya mendapat juara I. Dari hasil tersebut Bian membuktikan tekadnya untuk terus menjadi juara hingga saat ini.

Bian membanggakan kedua orangtua, dan juga sekolahnya. Menjadi juara Bian tidak lantas puas begitu saja, akan tetapi menjadikanya lebih semangat lagi untuk belajar dan belajar, dan tak lupa berdoa tentunya. Masih panjang perjalanan, masih banyak IMARIA dan kompetisi selanjutnya. Inilah Motto bian orang pinter bisa saja kalah sama orang rajin, jadi haruslah rajin. Di sekolah, Bian selalu mendapat nilai 100 di pelajaran matematika, untuk pelajaran yang lain juga tetap nomer 1. Hal tersebut membuat pihak sekolah memberikan apresiasi yang besar.

Menurut penuturan orangtua Bian, sebenarnya motivasi awal mengikutkan Bian kursus di IMA adalah untuk mencoba menggali kemampuan anak. Saat itu Bian masih TK dan sudah hampir lulus, jadi sekalian persiapan masuk SD. Ternyata Bian meyukainya karena walaupan berkutat dengan angka-angka yang banyak, namun materi disampaikan dengan model pengajaran menyenangkan. Baru tiga bulan belajar Bian sudah bisa berhitung satuan dengan sempoa bayangan, tidak menggunakan alat bantu, hanya menggerakkan jari telunjuk dan ibu jarinya. Selain kursus, di IMA juga selalu ada ajang kompetisi baik tingkat regional, nasional, maupun internasional. Kompetisi ini benar-benar meningkatkan motivasi belajar di IMA, karena sangat menambah pengalaman; ilmunya dapat, prestasinya juga dapat.

Dengan mengikuti kursus di IMA, selain menjadi semakin percayadiri dalam berhitung, ternyata berdampak pada kemampuan kognitif Bian. Selain daya konsentrasinya meningkat, memahami mata pelajaran yang lain pun menjadi lebih mudah. Apalagi pelajaran yang ada berhitungnya. Bian tidak takut dengan angka-angka, angka justru malah yang paling disukainya. Mengikuti kursus IMA juga menambah teman, melatih mental yang positif, dan meningkatkan kemampuan bersosial anak juga kemandirian. Karena teman-teman yang sangat heterogen tidak hanya teman sekelasnya saja, tetapi dari berbagai sekolah dan tingkatan kelas. Sehingga anak menjadi tidak malu bersosialisasi dengan orang lain dan mudah berkomunikasi. Yang jelas setelah menjadi siswa IMA tak sekadar mendapat ilmu, lebih dari itu sebagai ajang prestasi di mana anak berproses, belajar mengaplikasikan ilmunya secara nyata.

Kepada sang juara, orangtua Bian berpesan padanya supaya jangan menjadi anak yang mudah puas dan sombong, haruslah tetap tekun belajar, juga tetap menghormati orangtua dan guru, serta tetap menyayangi saudara dan teman-temannya.

Ingin tahu seperti apa aksi Bian saat belajar mental aritmetika?? Yuk kita lihat Videonya!